![1000155749.jpg](https://cdn.steemitimages.com/DQmYz5KNJrxYYdq13C7FrPBjod1hxNZfa26vRagWtcy9gpZ/1000155749.jpg) ####

AWAL DATANGNYA CINTA

“Cinta itu tidak harus untuk dimiliki namun cukup untuk di kagumi”

Weng … iyaaa, “Weng” adalah sosok yang dikenal sebagai orang yang baik dan ramah kepada semua orang. Selain itu dia juga aktif dalam organisasi pramuka, bagi dirinya organisasi tersebut berhasil membentuk mental dan karakternya. Kemudian dia juga dikenal sebagai orang yang jaim sesaat didepan orang baru, namun selepas itu dia menjadi orang yang merasa diri sok asik hehehe … Lah jaim sesaat emangnya gimana sih ?? jaim sesaat itu adalah cara dia berdiam diri sejenak namun bersikap dingin sesaat didepan orang-orang baru, gunanya untuk membaca karakter orang-orang yang baru dikenalnya, yang dimana supaya dia bisa memilih dan memilah mana yang bisa di ajak bercanda dan mana yang bisa di ajak serius dalam pergaulan. “Weng” berpikir bahwa dalam situasi dan kondisi tertentu karakter seseorang sangat berpengaruh dalam lingkaran pergaulan. Oiya, kembali lagi ke cerita awal, karena enggak penting juga bahas dirinya yang lebih mendalam hehehe … emang siapa sih dia ? kenapa harus dia dibahas ? apa pentingnya dia ? hahaahaha yang jelas “Weng” adalah orang yang gokil tapi tidak gila namun sering goblok dalam percintaan wkwkwkwk Pada saat itu, “Weng” bersama teman-temannya sedang melakukan kegiatan latihan gabungan Pramuka dan PMR (Latgab) di salah satu sekolah, sebut saja nama sekolahnya “Sekolah Bintang”. Kemudian salah satu seniornya menyuruh “Weng” untuk mengajarkan teman-teman PMR di “Sekolah Bintang” tersebut dengan materi tali-temali. Oiya, “Weng” sangat menekuni bidang tali-temali, bahkan disetiap perlombaan pramuka, dia selalu mengambil bidang perlombaan membuat pioneering (menara pandang). Oleh karena itu seniornya mempercayainya untuk mengajarkan teman-teman PMR di “Sekolah Bintang” tersebut, namun “Weng” sempat kurang percaya diri dalam berkomunikasi, karena dia kurang kosa kata dalam Berbahasa Indonesia alias “Mdok” wkwkwk … Setiap kata yang ingin di ucapkan olehnya, dia selalu mentrasnlite bahasa daerahnya kedalam bahasa Indonesia, justru itu yang membuatnya merasa minder ketika berhadapan dengan peserta wanita wkwkw, maklum karena kurang komunikasi dengan wanita apalagi jatuh cinta hehehe ... Namun di tengah penjelasannya, “Weng” tanpa sengaja memandang kearah salah satu peserta wanita, yang membuat jantungnya berdebar kencang, rasanya seperti orang yang terburuu-buru menimba air di sumur yang sangat dalam dengan suara “dum” .. “dum” …“dum” .. “dum”. meskipun demikian dia masih bisa mengendalikan konsistensinya dalam penjelasan tersebut. Kemudian tanpa disangka, peserta perempuan tersebut langsung bertanya kepadanya “izin bertanya kak” ujar peserta tersebut sambil melihat kearah “Weng” “iya silahkan bertanya” jawab weng sambil tersenyum “ini gimana cara ikatnya” tanya kembali peserta perempuan tersebut dengan suara yang lembut “Ooooh itu, caranya kekni, pertama talinya di lipat terus di lilit terus di ikat dan terus di tarik” jawab weng dengan bahasa Indonesia terbata-bata sambil menatap kearah peserta perempuan tersebut “izin kak, apanya yang dilipat ? apanya yang dililit ? apanya yang diikat ? dan apanya yang ditarik ? “tanya salah satu peserta dengan raut wajah yang kebingungan. Setelah mendapatkan pertanyaan tersebut “Weng” tampak mulai kebingungan sendiri, yang dimana dia bingung atas penjelasannya. Tanpa berpikir panjang, dia langsung mengajak semua peserta PMR yang di ajarkannya tersebut untuk menaruh pandangan kepadanya pada saat dia membuat bentuk simpul dan mengikatkannya dengan stok (kayu), yang dimana “Weng" sedang menjelaskan cara membuat kerangka tenda (tenda darurat). Alhasil teman-teman PMR “Sekolah Bintang” dapat membuat dan menyelesaikannya dengan baik dan sempurna. Bus sekolah pun tiba … Singkat cerita, seluruh peserta latihan gabungan berkumpul dan berbaris di depan seniornya, guna mendengar arahan persiapan pulang, bahwa latihan gabungan telah selesai. Kemudian setelah barisan dibubarkan “Weng” langsung bergegas mengambil tas dan barang-barang pramuka lainnya guna memasukkan kedalam Bus. Akhirnya mereka berpisah satu sama lain dan mereka kembali pulang kerumah masing-masing. Malam harinya, “Weng” selalu terbayang oleh salah satu wajah peserta perempuan yang diajarkannya di “Sekolah Bintang” yang baru saja dia mendapatkan pandangan pertama. Sebelumnya selama dia hidup dan berkecimpung dalam organisasi pramuka, dia tidak pernah terlibat dalam sebuah perasaan. Namun ntah apa yang membuat dirinya kala itu sampai terbayang begitu jelas wanita yang di anggap pandangan pertamanya itu ada dalam pikirannya. Pagi pun tiba, “Weng” kelihatan tidak seperti biasanya yang dimana pada pagi itu dia datang ke sekolah lebih cepat yakni pukul 06.45 WIB. Oiya, “Weng” salah satu pelajar di “Sekolah Cahaya”, dia juga salah satu pelajar yang selalu terampil, yang dimana ketika upacara hari senin dia selalu tampil guna mengisi kekosongan petugas upacara. Karena yang menjadi petugas upacara setiap hari senin punya jatah kelas masing-masing, sehingga kerap kali di saat upacara hendak mulai tapi kadang kala ada saja petugas upacara yang terlambat. Sehingga membuat dirinya selalu mengisi kekosongan tersebut meskipun tanpa diperintah atau di suruh oleh guru. Karena baginya setiap anggota pramuka harus siap sedia dalam kondisi dan situasi apapun serta harus mampu mengamalkan “Dasa Dharma” pramuka yang merupakan sikap yang harus dimiliki oleh setiap anggota Pramuka. Oiya, tujuan dia datang kesekolah dengan cepat guna berjumpa dengan temannya, teman yang dimaksudnya adalah orang yang sempat mendampingi “Weng” saat mengajarkan teman-teman “Sekolah Bintang” dalam pembuatan kerangka tenda. Sambil menunggu temannya datang, “Weng” mengangkat seluruh kursi belajar ke atas meja guna menyapu seluruh ruangan kelasnya, yang padahal hari itu bukan tugasnya piket kelas. Dia terlihat begitu semangat, “kenapa ya perasaannya gini amat ? apa ini yang namanya cinta ? apa cinta sama dengan rasa ? apa benar cinta datang dari mata ? kenapa mata yang melihat hati yang merespon ? kenapa rasa selalu menuntut pikiran untuk bekerja ? aaaaaaaaaaaah jangan-jangan aku jatuh cinta ?” tanya si bocah yang masih polos dan lugu dalam hati kecilnya sambil menyapu lantai ruaangan kelasnya. Setelah “Weng” selesai menyapu seluruh ruangan kelasnya, tak lama kemudian teman yang ditunggunya pun datang. “euyy rajin amat loe” ujar temannya sambil menepuk pundak kiri Weng “aku memang rajin, kamu aja baru sadar” ujar weng sambil ketawa “eeh .. ehh .. kamu punya nomor cewek kmarin enggak ?“ tanya weng dengan kode sambil menaikkan bola matanya ke atas tiga kali “cewe yang mana ?” tanya temannya kembali dengan raut wajah yang penasaran “itu cewe yang bertanya pada saat saya memberikan penjelasan kemari ?” jawab Weng dengan santai sambil tersenyum “Ooo ituu, punya-punya, kenapa rupanya kamu suka, ntar saya kirimkan” ujar temannya sambil ketawa terbahak-bahak “lah .. lah .. lah, siapa yang suka. Tapi kalo ada nomor boleh juga dikiri” sahut Weng dengan wajah yang malu Singkat Cerita, setelah mendapatkan nomor, “Weng” langsung memulai komunikasi dengan cewek tersebut, awalnya dia sedikit ragu untuk memulai komunikasi. Karena bagi dirinya dia selalu takut akan mengganggu waktu privasi seseorang, namun hati dan pikiran selalu bertolak belakang, oleh karenanya dia langsung memberanikan diri untuk memulai komunikasi lewat chatingan yang berawal dari perkenalan nama dan memberitahu bahwa dirinya adalah orang yang sempat menjelaskan materi disaat latihan gabungan terkait materi tali temali dalam pembuatan kerangka tenda. Kemudian cewek tersebut membalasnya dengan baik dan bijak, oleh karena itu singkat cerita, dalam kisahnya ini “Weng” mengenal cewek tersebut orang yang sangat baik dan ramah. Namun mereka hanya pernah berjumpa semasa hidupnya cuma sekali pada saat latihan gabungan itu, selebihnya mereka tidak pernah berjumpa kembali, hanya saja “Weng” membangun komunikasi lewat chattingan. Mereka komunikasi kurang lebih delapan bulan, dan itu pun tidak pernah telponan sama sekali semasa hidupnya. Pada saat itu “Weng” mengakui dirinya seorang bocah yang lugu dan polos, bahkan banyak momen yang terlewatkan dalam chattingan yang sebagian orang menganggap itu adalah kode. “Weng” sempat bertanya dalam diri sendiri, Kode ? kode apa ? enggak ngerti huhuhu”. Namun seiring berjalan waktu, bahkan sampai tamat sekolah pun mereka sibuk dengan kegiatan dan rutinitasnya masing-masing. Oleh karenanya, jika memang benar itu cinta, maka cinta itu tidak harus untuk dimiliki namun cukup untuk di kagumi. Yang dimana setiap orang yang pernah dianggap hadir dalam hidup, tentu mereka semua adalah guru yang memberikan sedikit banyaknya pengalaman, dan kembali lagi pada diri sendiri tergantung dewasa atau tidaknya dalam menyikapi.